Deli Serdang|Trisakti news : Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Deli Serdang menyampaikan keprihatinan atas dilepasnya dua tersangka kasus pembunuhan siswa SMPN 4 Muhamad Ilham di Lubuk Pakam.
Kedua tersangka yakni AS (19) dan MH (19) warga Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, dilepas karena masa penahanannya sudah habis.
"Dalam kasus hilangnya nyawa seorang anak, negara tidak boleh memberikan celah sekecil apa pun bagi kelalaian prosedural.
Dianggap ini bukan sekadar persoalan administratif, ini adalah soal tanggung jawab negara untuk melindungi anak dan menegakkan keadilan," ujar Ketua LPA Deli Serdang, Junaidi Malik, Rabu (10/12/2025).
Junaidi ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa pembebasan karena masa penahanan habis tidak berarti kasus berhenti.
Berdasarkan Pasal 24 dan 25 KUHAP, penahanan memiliki batas waktu tertentu dan ketika waktu itu habis, tersangka memang harus dilepas.
Namun KUHAP juga mengatur bahwa proses penyidikan dan penuntutan tetap wajib dilanjutkan.
"Artinya, tidak ada alasan hukum yang membenarkan terhentinya proses penegakan keadilan. Kasus ini merupakan kejahatan berat karena menyangkut kekerasan yang mengakibatkan kematian seorang anak," kata Junaidi.
Ditambahkan sesuai Pasal 76C dan Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian diancam pidana hingga 15 tahun penjara, ditambah denda maksimal Rp 3 miliar. Disebut ketentuan ini menunjukkan bahwa negara wajib mengambil langkah paling tegas terhadap setiap pelaku kekerasan yang merenggut nyawa anak.
"Kami juga mengingatkan bahwa keluarga korban memiliki hak-hak yang dijamin oleh hukum. Pasal 59 UU Perlindungan Anak dan PP No. 78 Tahun 2021 mewajibkan negara memberikan perlindungan khusus, rehabilitasi psikologis, layanan sosial, bantuan hukum, serta jaminan keberlanjutan proses hukum bagi anak korban kekerasan. Keluarga korban tidak boleh dibiarkan mengalami trauma tambahan dalam mendapatkan keadilan," kata Junaidi.
Selain itu ditambahkan sesuai Pasal 21 KUHAP menegaskan bahwa penahanan dilakukan untuk mencegah tersangka melarikan diri atau mengulangi perbuatan.
Dalam kasus pembunuhan anak, alasan penahanan sangat kuat dan seharusnya dapat dikelola dengan lebih cermat agar tidak terjadi kekosongan waktu yang mengharuskan tersangka dilepas.
"Dari perspektif perlindungan anak, asas kepentingan terbaik bagi anak yang diatur dalam sistem hukum Indonesia, termasuk dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak, mewajibkan negara untuk menempatkan kepentingan korban sebagai prioritas tertinggi. Setiap kelalaian administrasi yang membuat tersangka pembunuhan anak kembali ke masyarakat jelas bertentangan dengan asas tersebut," sebut Junaidi.
LPA juga mengajak masyarakat untuk mengetahui bahwa UU Perlindungan Anak Pasal 72 memberi ruang bagi publik untuk berpartisipasi aktif dalam mengawasi proses penegakan hukum dalam kasus kekerasan terhadap anak. Begitu pula UU Keterbukaan Informasi Publik, yang memberi hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang jelas dan transparan terkait perkembangan kasus.
** 4 Ditangkap, 1 Masih Buron **
Dalam proses penyidikan di kepolisian, penyidik sempat menetapkan 5 orang tersangka.
Namun hanya 4 orang yang berhasil ditangkap saat itu sedangkan 1 orang lagi masih buron.
Dua orang tersangka berininisal DRU dan DB sudah menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Karena keduanya merupakan anak di bawah umur proses hukum yang dijalani pun lebih cepat dibanding tersangka lain.
Oleh Majelis Hakim DRU divonis 5 tahun sementara DB divonis 9 tahun
Para tersangka ditangkap pada 10 Agustus 2025 atau 4 bulan setelah korban dibunuh.
Tidak lama setelah penangkapan, kepolisian menggelap peparan kasus.
Mulai dari Kapolresta, Kombes Pol Hendria Lesmana, Wakaporles Juliani Prihartini hingga Kasat Reskrim, Kompol Risqi Akbar hadir dalam paparan kasus dan menunjukkan barang bukti kasus ini. Jelang beberapa hari kemudian, setelah kasus dipaparkan polisi pun melakukan rekonstruksi yang diikuti 4 tersangka.
Saat rekonstruksi hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam, Nara Palestina Naibaho dan Amelisa Tarigan.
Bahkan Kasi Pidum, Jenda Riahta Silaban ikut hadir menyaksikan jalannya rekonstruksi sampai selesai.
Terungkap saat itu, setelah korban dibunuh kasusnya direkayasa oleh pelaku sebagai kejadian kecelakaan.
Terkait dibebaskannya 2 tersangka kasus pembunuhan ini turut dibenarkan penasehat hukum keluarga korban, Boyle Ferdinandus Sirait.
Ia mengaku sudah mengkonfirmasi langsung kepada penyidik.
** Keluarga Kecewa **
Disebut pihak keluarga korban sangat kecewa dengan penanganan perkara kasus ini.
"Aku taunya semalam bukan karena dikabarin tapi cari informasi sendiri. Jam 21.00 itu aku sebenarnya mau tanya perkembangan kasus sama penyidik tapi rupanya 2 tersangka itu sudah dikeluarkan subuh. Alasan penyidik karena habis masa penahanan 120 hari," kata Boyle.
Boyle pun menyebut diawal penyidik berdalih yang dilakukan hanyalah penangguhan penahanan.
Namun setelah dicecar lebih lanjut diakui dikeluarkan demi hukum karena masa tahanan habis.
Disebut ada petunjuk JPU yang tidak bisa untuk dipenuhi oleh penyidik.
"Diawal dibilang ditangguhkan sama penyidik dan aku tanya apa alasannya kasus pembunuhan kok bisa ditangguhkan dijawab karena habis masa penahanan. Berarti kan KDH aku bilang, itulah gak bisa jawab lagi dia," ucap Boyle.
Boyle menduga ada konspirasi antara polisi dengan JPU sehingga akhirnya tersangka bisa KDH.
Padahal dua anak yang berkonflik dalam hukum dan sempat tersangka sudah divonis dan berkekuatan hukum tetap.
Kasusnya pun dalam satu rangkaian yang sama.
"Kalau penyidik bilang mereka disuruh kejar 2 orang yang sempat dibonceng oleh korban. Inikan mengada-ngada karena kita juga nggak tahu ada atau tidak sebenarnya 2 orang yang dibonceng korban karena keterangan ini muncul dari tersangka lain. Saat rekonstruksi itu nggak terungkap," kata Boyle.
Pihak Polresta Deli Serdang belum bersedia memberikan keterangan terkait hal ini.
(red).
